Halaman

Selasa, 12 Juni 2012

Hukum perdata Indonesia

Hukum perdata Indonesia hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum .


Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian,yaitu:

Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukumØ keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukumØ yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atauØ kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajibanØ subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

BAB II

PEMBAHASAN

A. HUKUM BENDA

1. Definisi Benda

Benda dalam arti sempit yaitu setiap barang yang dapat dilihat saja (berwujud).

Benda dalam arti luas dalam Pasal 509 KUHP yaitu benda ialah tiap barang-barang dan hak-hak yang dapat dikuasai dengan hak milik atau dengan kata lain benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat diberikan/diletakkan suatu di atasnya, utamanya berupa hak milik.

Hukum Benda adalah Peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda-benda (zaken) dan hak kebendaan (zakelijk recht)

2. Dasar Hukum Benda

Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BW, pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II BWI ini mempergunakan system tertutup, artinya orang tidak diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain dari yang telah diatur dalam undang undang ini. Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwingend recht), artinya harus dipatuhi,tidak boleh disimpangi, termasuk membuat peraturan baru yang menyimpang dari yang telah ditetapkan . Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang. Istilah benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya tagihan / piutang, atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito . Meskipun pengertian zaak dalam BWI tidak hanya meliputi benda berwujud saja, namun sebagian besar dari materi Buku II tentang Benda mengatur tentang benda yang berwujud. Selain itu, istilah zaak didalam BWI tidak selalu berarti benda, tetapi bisa berarti yang lain, seperti : “perbuatan hukum “ (Ps.1792 BW), atau “kepentingan” (Ps.1354 BW), dan juga berarti “kenyataan hukum” (Ps.1263 BW).

Pada masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam:

a. Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak-hak kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya.

b. Undang-Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan .

c. Undang-Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik .

d. Undang-Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak atas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband .

3. Macam-macam benda :

1. Benda yang dapat diganti (contoh : uang ) dan yang tidak dapat diganti(contoh : seekor kuda)

2. Benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan yang tidak dapat diperdagangkan atau :di luar perdagangan” (contoh: jalan-jalan dan lapangan umum)

3. Benda yang dapat dibagi (contoh:beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh: seekorkuda)

4. Benda yang bergerak (contohnya: perabotan rumah) dan benda yang tak bergerak (contoh:tanah)

Benda bergerak memiliki sifat:

a. Benda yang dapat dipindahkan / berpindah dari satu tempat ke tempat lainnyaContoh : perabot rumah, meja, mobil, motor, komputer, dll.

b. Ditentukan oleh Undang – Undang Benda tidak berwujud, yang menurut UU dimasukkan ke dalam kategoribenda bergerak Contoh : saham, obligasi, cek, tagihan – tagihan, dsb.

Arti penting pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak pada :

a) penguasaannya (bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang yang menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977 BWI); azas ini tidak berlaku bagi benda tidak bergerak.

b) penyerahannya (levering), yaitu terhadap benda bergerak harus dilakukan secara nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama ;

c) kadaluwarsa (verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak dikenal daluwarsa, sedangkan pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :dalam hal ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun; dalam hal tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun

d) pembebanannya (bezwaring), dimana untuk benda bergerak dengan gadai, sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik.

e) dalam hal pensitaan (beslag), dimana revindicatoir beslah (penyitaan untuk menuntut kembali barangnya), hanya dapat dilakukan terhadap barang barang bergerak . Penyitaan untuk melaksanakan putusan pengadilan (executoir beslah) harus dilakukan terlebih dahulu terhadap barang barang bergerak, dan apabila masih belum mencukupi untuk pelunasan hutang tergugat, baru dilakukan executoir terhadap barang tidak bergerak.

5. Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis

Pembedaan ini penting artinya dalam hal pembatalan perjanjian. Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang dipakai habis, pembatalannya sulit untuk mengembalikan seperti keadaan benda itu semula, oleh karena itu harus diganti dengan benda lain yang sama atau sejenis serta senilai. Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang tidak dipakai habis tidaklah terlalu sulit bila perjanjian dibatalkan, karena bendanya masih tetap ada,dan dapat diserahkan kembali.

6. Benda berwujud dan tidak berwujud

Arti penting pembedaan ini adalah pada saat pemindah tanganan benda dimaksud, yaitu:

a) Jika benda berwujud itu benda bergerak, pemindah tanganannya harus secara nyata dari tangan ke tangan.

b) Jika benda berwujud itu benda tidak bergerak, pemindah tanganannya harus dilakukan dengan balik nama.

7. Benda sudah ada dan benda akan ada

Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang, atau pada pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan hutang dan pelaksanaan perjanjiannya dengan cara menyerahkan benda tersebut. Benda akan ada tidak dapat dijadikan jaminan hutang, bahkan perjanjian yang obyeknya benda akan ada bisa terancam batal bila pemenuhannya itu tidak mungkin dapat dilaksanakan (Ps.1320 btr 3 BWI) .

8. Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan.

Arti penting dari pembedaan ini terletak pada pemindah tanganan benda tersebut karena jual beli atau karena warisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjual belikan dengan bebas, atau diwariskan kepada ahli waris,sedangkan benda luar perdagangan tidak dapat diperjual belikan atau diwariskan, umpamanya tanah wakaf, narkotika, benda benda yang melanggar ketertiban dan kesusilaan.

9. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi.

Letak pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan prestasi suatu perjanjian, di mana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi pemenuhan perjanjian dapat dilakukan tidak sekaligus, dapat bertahap. Lain halnya dengan benda yang tidak dapat dibagi, maka pemenuhan prestasi tidak dapat dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara seutuhnya.

10. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar.

Arti penting pembebannya terletak pada pembuktian kepemilikannya. Benda terdaftar dibuktikan dengan bukti pendaftarannya.

4. Tinjauan Tentang Hak Kebendaan

a. Sifat dan Karakter Hak Kebendaan.

Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :

1. Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni yang ada dalam suatu perjanjian saja.

2. Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hokum perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian telah selesai dilakukan.

3. Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yang lainnya, sedangkan dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hokum kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.

b. Ciri ciri Hak Kebendaan

Ciri hak kebendaan ialah :

1. mutlak / absolute

2. mengikuti benda dimana hak itu melekat, misalnya hak sewa tetap mengikuti benda itu berada, siapapun yang memiliki hak diatasnya

3. hak yang ada terlebih dahulu (yang lebih tua), kedudukannya lebih tinggi;

4. memiliki sifat diutamakan

5. dapat dilakukan gugatan terhadap siapapun yang mengganggu hak yang bersangkutan.

6. pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun .

c. Penggolongan Hak Kebendaan

Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu :

1. Hak Kebendaaan yang memberi kenikmatan .

Selain yang mengenai tanah, karena sudah diatur dalam UUPA, maka hak kebendaan yang termasuk dalam kategori ini adalah ;Bezit ; Hak Milik (eigendom) ; Hak Memungut Hasil ; Hak Pakai ; Hak Mendiami.

Hak atas tanah yang dengan berlakunya UUPA dinyatakan tidak berlaku lagi: Hak bezit atas tanah ; Hak eigendom atas tanah, Hak servitut ; Hak opstal ; Hak erfpacht ; Hak bunga atas tanah, Hak pakai atas tanah

Dengan berlakunya UUPA, pengganti dari hak atas tanah yang dihapus adalah :

a) Hak Milik ; Hak Guna Usaha ; Hak Guna Bangunan ; Hak Pakai

b) Hak Sewa untuk bangunan ; Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan

c) Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan

d) Hak guna ruang angkasa

e) Hak hak tanah untuk kepentingan keagamaan dan social

2. Hak Kebendaan Yang bersifat Memberi Jaminan

· Hak Gadai (pandrechts)

· Hipotik

· Credietverband

· Privilege (piutang yang di istimewakan).

· Fiducia

Dasar hukum jaminan adalah perjanjian pemberian jaminan kebendaan antara debitor dan kreditor dengan tujuan menjamin pemenuhan, pelaksanaan atau pembayaran suatu kewajiban, prestasi atau utang debitor kepada kreditor.

Pasal 1131 KUHPerdata berisi sebagai berikut:

Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Berdasarkan pasal 1131 tersebut KUHPerdata hanya mengatur dua macam jaminan, yaitu jaminan terhadap benda bergerak yang disebut gadai dan jaminan benda tidak bergerak yang disebut hipotik.

Gadai menurut Pasal 1150 KUHperdata adalah Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Dari pengertian gadai tersebut dapat disimpulkan bahwa gadai mempunyai cirri-ciri antara lain;

Jaminan gadai benda-benda bergerak

a) Mempunyai sifat yang didahulukan

b) Mempunyai sifat droit de suite yaitu selalu mengikuti bendanya dimanapun atau di tangan siapapun benda itu berada

c) Memberikan kekuasaan langsung terhadap benda jaminan dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.

d) Adanya pemindahan kekuasaan dari benda yang dijadikan jaminan (unsure inbezitstglling) dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.

e) Gadai merupakan perjanjian accessoir yaitu perjanjian tambahan yang tergantung dari perjanjian pokok

f) Gadai tidak dapat dibagi-bagi.

5. ASAS KEBENDAAN

Hukum jaminan yang objeknya kebendaan merupakan subsistem hukum benda yang mengandung sejumlah asas:

1. Asas kebendaan

a) Bersifat Absolut, yang dapat dipertahankan setiap orang, pemegangnya berhak menuntut setiap orang yang mengganggu haknya

b) Droit de suite : hak kebendaan mengikuti bendanya, ditangan siapa benda itu berada

c) Droit de Preference yaitu hak yang lebih didahulukan gugatan hak kebendaan disebut gugat kebendaan. Apabila haknya ada yang menganggu maka ia dapat melakukan bermacam-macam gugat/actie misalnya: penuntutan kembali.penggantian kerugian, pemulihan keadaan semula

B. HAK MILIK

1. Definisi Hak Milik

Pengertian hak milik disebutkan dalam Ps. 570 BWI yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati sepenuhnya kegunaan suatu benda dan untuk berbuat sebebas-bebasnya terhadap benda itu asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berwenang yang menetapkannya dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak itu demi kepeningan umum berdasarkan ketentuan perundangan dengan pembayaran ganti rugi

Benda dan hak kebendaan adalah objek hak milik, pengaturan mengenai hak milik diatur dalam pasal 570 K.U.HPerdata. Pengaturan menurut pasal tersebut pada intinya berisi sebagai berikut:

a. Leluasa untuk dinikmati kegunaannya.

b. Pemegang Hak milik bebas untuk berbuat dengan kedaulatan sepenuhnya.

c. Sepanjang tidak bertentangan dengan UU/peraturan umum tidak menggangu hak.

d. Dapat dicabut demi kepentingan umum dengan pembayaran ganti rugi

2. Ciri-Ciri Hak Milik

a. Merupakan hak induk

b. Merupakan hak yang selengkap-lengkapnya/terpenuh

c. Mengandung inti dari semua hak kebendaan yang lain

d. Bersifat tetap, dan tidak akan lenyap

3. Pembatasan Hak Milik

Pengaturan mengenai pembatasan hak milik diatur dalam pasal 6 UUPA, dengan pembatasan sebagai berikut:

a. Tidak boleh dikuasai pribadi tetapi harus seimbang dengan kepentingan umum

b. Tidak boleh menimbulkan kerugian bagi orang lain

c. Harus dipelihara sebaik-baiknya

d. Pemerintah mengawasi hak monopoli atas tanah

4. Cara memperoleh hak milik datur dalam Ps. 584 BWI, yang megatur hanya secara limitatif saja yaitu:

1. Melalui pengambilan (toegening atau occupatio)

Cara memperoleh hak milik dengan mengambil benda-benda bergerak yang sebelumnya tidak ada pemiliknya

2. Melalui penarikan oleh benda lain (natrekking atau accecio)

Cara memperoleh hak milik di mana benda pokok yang telah dimiliki secara alamiah bertambah besar atau bertambah jumlahnya.

3. Melalui daluwarsa (verjaring).

Cara memperoleh hak milik karena lampaunya waktu 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah atau 30 tahun dalam hal tidak ada alas hak (Ps. 610 BWI). Kadaluarsa yang dimaksud disini adalah acquisiteve verjaring, yakni suatu cara untuk memperoleh hak kebendaan setelah lampau waktu tertentu, disisi lain tedapat extinctieve verjaring yaitu suatu cara untuk dibebaskan dari suatu hutang setelah terlampauinya waktu tertentu.

4. Melalui perwarisan (erfopvolging)

Cara memperoleh hak milik bagi para ahli waris yang ditinggalkan pewaris. Disini para ahli waris memperoleh hak milik menurut hukum tanpa harus ada tindakan penerimaan benda secara fisik. Ahli waris bisa berupa ahli waris menurut undang-undang (ab intestato) maupun menurut wasiat (testament)

5. Melalui penyerahan (levering atau overdracht).

Cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik seseoarang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak milik itu. Cara ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan masyarakat sekarang.

5. Sebab-sebab yang mengakibatkan hapusnya hak milik adalah :

a. Karena ada orang lain yang memperoleh hak milik atas suatu benda yang sebelumnya menjadi hak milik seseorang, dengan salah satu cara untuk memperoleh hak milik seperti telah diuraikan di atas.

b. Karena musnahnya benda yang dimiliki.

6. Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam

a. Konsep kepemilikan dan hak milik

Prinsip dasar yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sangat memperhatikan masalah perilaku ekonomi manusia dalam posisi manusia atas sumber material yang diciptakan Allah untuk manusia. Islam mengakui hak manusia untuk memiliki sendiri untuk konsumsi dan untuk produksi namun tidak memberikan hak itu secara absolute(mutlak). Penekanan pembatasan hak milik absolute, Al-Qur’an menunjukkan pola masalah penciptaan sumber-sumber ekonomi bagi Allah terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an (QS. 13:3; 67:15; 3:180; 4:5; 35:29; 35:30; 3:180; 28:77; 42:36).

Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan Syari’ah. Kepemilikan berarti pula hak khusus yang didapatkan si pemilik sehingga ia mempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garis-garis Syari’ah.

b. Unsur – unsur Sistem Hak Milik Dalam Islam

Kita dapat membedakan antara tiga kategori hak milik, yaitu Hak Milik Pribadi (Private Property), Hak Milik Umum/Pemerintah (Public Ownership) dan Voluntary(Waqf).

c. Sebab-sebab Kepemilikan Dalam Islam

Kepemilikan yang sah menurut Islam adalah kepemilikan yang terlahir dari proses yang disahkan Islam dan menurut pandangan Fiqh Islam terjadi karena:

1. Menjaga hak Umum

2. Transaksi Pemindahan Hak

3. Penggantian Posisi Pemilikan

Menurut Taqyudin an-Nabani dikatakan bahwa sebab-sebab kepemilikan seseorang atas suatu barang dapat diperoleh melalui suatu lima sebab, yaitu:

1. Bekerja,

2. Warisan,

3. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup,

4. Harta pemberian Negara yang diberikan kepada rakyat,

5. Harta yang diperoleh seseorang tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.

d. Bentuk-bentuk Hak Milik Pribadi Dalam Islam

Hak kepemilikan pribadi menurut pandangan (fiqh) Islam berbeda dengan system kapitalis maupun sosialis. Salah satu pembeda yang paling pokok dalam hal ini adalah karakteristik peduli social dalam system kepemilikan social.

Islam mengakui dan mengabsahkan kepemilikan pribadi, menghalalkan manusia untuk menabung, menyarankan manusia berkreasi dan mengembangkan bakat dan bekerja, tetapi Islam member pula berbagai aturan dan tekanan peduli social pada individu pemilik, jangan sampai dalam investasi tidak memperhatikan dampak negative terhadap orang lain.

e. Pembatasan Penggunaan Penggunaan Hak milik Pribadi Dalam Islam

Islam hadir memperbolehkan kepemilikan Individu serta membatasi kepemilikan tersebut dengan mekanisme tertentu yang memperhatikan kaidah fitrah manusia, bukan dengan cara perampasan. Di dalam kepemilikan atas suatu zat tertentu, bukanlah semata-mata berasal dari zat itu sendiri, ataupun dari karakter dasarnya, akan tetapi berasal dari adanya izin yang diberikan oleh Syar’I, serta diperbolehkan oleh Syar’I untuk memiliki zat tersebut.

f. Perbandingan Hak Milik Pribadi Dalam Ekonomi : Islam, Kapitalisme, Sosialisme

Kepemilikan Pribadi merupakan darah kehidupan bagi kapitalisme. Oleh karena itu, barang siapa yang menguasai factor produksi, maka ia akan menang. Demikian moto Kapitalisme. Ekonomi kapitalisme berdiri berlandaskan hak milik khusus atau hak milik individu. Ia memberikan kepada setiap individu hak memiliki apa saja sesukanya dari barang-barang yang produktif maupun yang konsumtif, tanpa ikatan apapun atas kemerdekaannya dalam memiliki, membelanjakan, maupun mengembangkan dan mengekploitasi kekayaannya.

Sementara dalam Sosialisme: setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia kerjakan. Ekonomi ini mengedepankan pada hak milik umum atau hak milik orang banyak yang diperankan oleh Negara atas alat-alat produksi, tidak mengakui hak milik individu,kecuali hal-hal yang berlainan dengan dasar pokok yang umum itu. Negaralah pemilik satu-satunya alat produksi, semua rencana dan pengabdian yang berguna bagi seluruh bangsa. Orang tidak memiliki hak-hak, kecuali yang diakui dan memenuhi syarat terpeliharanya orang banyak.

Sistem Ekonomi Islam memiliki sikap yang tersendiri terhadap hak milik. Ekonomi Islam menganggap kedua macam hak milik pada saat yang sama sebagai dasar pokok bukan sebagai pengecualian. Hak milik dalam Ekonomi Islam, baik hak milik khusus maupun hak milik umum, tidaklah mutlak, tetapi terikat oleh ikatan-ikatan untuk merealisasikan kepentingan orang banyak dan mencegah bahaya, yakni hal yang membuat hak milik menjadi tugas masyarakat.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penjelasan makalah ini dapat ditarik kesimpulan seperti ini bahwa hukum benda dalam arti sempit yaitu setiap barang yang dapat dilihat saja (berwujud). Sedangkan benda dalam arti luas dalam Pasal 509 KUHP yaitu benda ialah tiap barang-barang dan hak-hak yang dapat dikuasai dengan hak milik atau dengan kata lain benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat diberikan/diletakkan suatu di atasnya, utamanya berupa hak milik.

Hak milik adalah kewenangan atas sesuatu atau keistimewaan untuk menggunakannya atau memanfaatkannya sesuai dengan keinginan, dan membuat orang lain tidak berhak atas hal tersebut. Dan dapat diketahui juga ciri-ciri hak milik yaitu merupakan hak induk,merupakan hak yang selengkap-lengkapnya/terpenuh,mengandung inti dari semua hak kebendaan yang lain, dan bersifat tetap, dan tidak akan lenyap

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, “Hukum Perdata Indonesia” , PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000

F.X. Suhardana , “Hukum Perdata I, Buku Panduan Mahasiswa”, P.T.Prenhallindo, Jakarta. 2001

R. Subekti, SH, “Pokok-Pokok Hukum Perdata” , P.T. Internusa, Jakarta, 2001

R. Subekti, SH, Prof. , “Perbandingan Hukum Perdata” , Pradnya Paramita, Jakarta, 2001

Ridwan Syahrani, “Seluk Beluk Hukum dan Azas-Azas Hukum Perdata” , Penerbit Alumni, Bandung, 2000.

http://www.scribd.com/doc/22602562/RESUME-hukum-Benda

http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/22/macam-macam-benda

1 komentar: