Halaman

Senin, 19 Desember 2011

TITIPAN

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,bahwa : sesungguhnya ini hanya titipan,bahwa rumahku hanya titipan Nya,bahwa hartaku hanya titipan Nya, tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,mengapa Dia menitipkan padaku?Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?Dan kalau bukan milikku,


apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini? Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itudiminta kembali oleh-Nya? Ketika diminta kembali,kusebut itu sebagai musibahkusebut itu sebagai ujian,kusebut itu sebagai petaka,kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskanbahwa itu adalah derita. Ketika aku berdoa,kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,aku ingin lebih banyak harta,dan kutolak sakit,kutolak kemiskinan,seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku. Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan sepertimatematika:aku rajin beribadah,maka selayaknyalah derita menjauh dariku,dan nikmat dunia kerap menghampiriku.Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,dan bukan kekasih.Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku, Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah… “ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar